Sabtu, 29 November 2008

ANALISA CALEG DAPEM SUMUT IX SIMALUNGUN-PEMATANGSIANTAR

Tinggal 130 hari lagi waktu Pemungutan Suara pada Pemilu 2009 akan dilaksanakan, dimana masyarakat pemilih akan menentukan mereka yang akan dipilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Untuk kursi DPRD Sumatera Utara (Sumut) dari Daerah Pemilihan (Dapem) Sumut 9 yaitu Kabupaten Simalungun – Kota Pematangsiantar, ada sejumlah 160 orang Calon Anggota Legislatif (Caleg) yang akan memperebutkan hanya 8 kursi. Berarti peluang setiap caleg hanya 5% untuk merebut 1 kursi DPRD Sumut. Para caleg tersebut masing-masing berdomisili di Medan (50,62%), berdomisili di Kabupaten Simalungun (25%), berdomisili di Pematangsiantar (18.75%), berdomisili di Kabupaten Deli Serdang (4,37%) dan masing-masing 1 caleg (PBR dan PDK) berdomisili di Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Tobasa.

Beragam tanggapan dan sikap muncul dari masyarakat pemilih Simalungun-Pematangsiantar melihat dari segi komposisi domisili para caleg tersebut. Bagaimana logikanya dan bagaimana caranya menyuarakan aspirasi masyarakat daerah Simalungun-Pematangsiantar, jika caleg tersebut berdomisili di kabupaten/ kota lain yang letaknya sangat jauh dari Kabupaten Simalungun/Pematangsiantar, kemudian memberanikan diri untuk mencaleg dari daerah bukan domisilinya.
Inilah fakta yang harus dicermati oleh masyarakat pemilih dalam menentukan pilihannya nanti terhadap caleg-caleg yang memperebutkan 8 kursi DPRD Sumatera Utara (8% dari 100 kursi DPRD Sumut). Masyarakat pemilih daerah Simalungun-Pematangsiantar seyogianya harus lebih pintar dan lebih independen dalam menyeleksi dan menentukan pilihan nantinya terhadap caleg-caleg DPRD Sumut, dari faktor domisili caleg tersebut. Demikian juga masyarakat pemilih di daerah lainnya, amati dengan seksama terhadap caleg-caleg yang bukan berdomisili di daerah pemilihannya. Para caleg yang berdomisili di luar daerah pemilihannya sudah pasti jarang meninjau daerah tersebut dan jarang menampung aspirasi masyarakat pemilihnya, karena waktunya kebanyakan dihabiskan di domisilinya sekarang. Paling-paling mereka akan turun ke daerah pemilihannya setahun sekali pada waktu reses, itu juga jika mereka mau sempatkan untuk menyerap aspirasi masyarakat daerah pemilihannya (padahal dianggarkan oleh negara dengan memakai uang rakyat). Indikasinya mereka pakai dana tersebut untuk rekreasi ke daerah lain, bukan menampung aspirasi masyarakat ke daerah pemilihannya.

Kemudian jumlah caleg yang disodorkan oleh parpol sangat bervariasi, dimana untuk parpol yang sudah mapan rata-rata menampilkan quota 120% dari jumlah kursi di dapemnya. Sementara partai yang belum siap, hanya menampilkan 1-3 orang caleg di dapemnya. Dengan banyaknya parpol dan terbatasnya kesediaan masyarakat untuk memajukan diri jadi caleg, tentu menyebabkan ada beberapa parpol yang susah merekrut caleg. Ada kesan parpol tersebut sekedar menampilkan nama caleg agar tidak terlihat kosong. Bahkan 3 parpol (PM, PNUI, PSI) tidak mampu merekrut satu orangpun dari sekian juta orang yang berusia di atas 21 tahun di Sumut atau dari sekitar 650 ribu orang di Simalungun-Pematangsiantar, dalam mencantumkan nama caleg untuk DPRD Sumut. Ada sejumlah caleg yang sudah bertarung di Pemilu 2004, akan tetapi jumlahnya sangat sedikit dibandingkan muka-muka baru yang akan bertarung dalam Pemilu 2009. Walaupun jumlahnya sedikit, akan tetapi ada sejumlah caleg tersebut yang merupakan caleg potensial pengumpul suara banyak.
Akan tetapi patut kita sikapi juga terhadap 9 parpol yang mencantumkan banyak calegnya (mendekati atau sama dengan kuota 120%, antara 7-9 caleg). Teliti masing-masing caleg tersebut, apakah berkualitas dan berintegritas. Misalnya ada parpol melalui pengurus propinsinya, diduga merekrut calegnya dengan sembarangan, bahkan pengurus kabupaten/kota parpol tersebut tidak mengenal mereka akibat sikap arogansi pejabat parpol propinsi yang tidak mau mendengar aspirasi pengurus dan anggota parpol kabupaten/kota. Inilah yang disebut caleg instant, caleg yang tiba-tiba dicantumkan sebagai caleg propinsi, caleg yang tiba-tiba mendapat Kartu Tanda Anggota (KTA) karena mencaleg dan atas perintah dari pengurus parpol propinsi, caleg yang muncul tanpa pendekatan dan pengenalan kepada pengurus kabupaten/kota, dan caleg tanpa masa pengabdian yang lama di dalam organisasi parpol.

Perekrutan caleg yang sembarangan ini terjadi karena oknum pengurus parpol propinsi yang bertanggungjawab dalam mencantumkan nama caleg-caleg tersebut diduga bertindak tanpa akal sehat dan tanpa hati nurani yang baik. Kemungkinannya juga dikarenakan pengurus parpol propinsi tersebut tidak mendapat dukungan dari pengurus kabupaten/kota parpol sehingga bertindak asal cantumkan nama-nama dalam menentukan caleg-caleg propinsi. Atau juga karena yang bersangkutan sudah tidak diterima lagi oleh masyarakat tempat daerah pemilihannya pada waktu Pemilu 2004 dan sudah tidak diterima lagi oleh anggota parpol tersebut di daerah pemilihan 9 Sumut sehingga bertindak gegabah dalam menentukan caleg propinsi. Akan tetapi walaupun demikian caleg tersebut tetap memaksakan diri dengan sikap arogansinya dan tanpa mempunyai etika yang baik dalam berorganisasi untuk tetap mencalonkan diri sebagai caleg propinsi, bersama-sama dengan 6 anggota caleg ”votegetter”nya.
Jika diteliti dengan seksama satu per satu caleg-caleg yang dicantumkan oleh parpol untuk bertarung di tingkat DPRD Sumut, akan terlihat jelas bahwa banyak di antara caleg tersebut tidak mengerti AD/ART parpol tersebut. Banyak yang tidak mengerti apa itu fungsi lembaga DPRD, bahkan apa itu Pemilu dengan tahapan-tahapannya. Ikut sosialisasi sana-sini tanpa tidak mengetahui dengan jelas apa visi-misinya, ikut rapat-rapat intern parpol hanya untuk mendengar saja dan sekedar jual tampang saja. Banyak di antara para caleg yang hanya, menurut bahasa gaulnya, numpang nampang doank..
Wahai para caleg, harus diingat bahwa masyarakat pemilih tidak bodoh dan masyarakat pemilih tidak mau dibodoh-bodohi oleh caleg dari parpol seperti ini. Sudah tamat masanya bagi parpol yang dengan sengaja membohongi dan membodoh-bodohi masyarakat dengan iming-iming sembako dan kata-kata manis yang menjanjikan serta menampilkan caleg-caleg yang hanya numpang nampang doank.. Masyarakat pemilih saat ini bertekad menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada kompromi soal caleg yang tidak berkualitas dan tidak berintegritas. Masyarakat pemilih saat ini menyatakan dengan tegas bahwa tidak akan ada tempat dan tidak akan disediakan tempat di DPRD Propinsi bagi caleg-caleg yang tidak berkualitas dan tidak berintegritas. Tidak ada kursi DPRD Propinsi bagi caleg-caleg yang menghalalkan berbagai cara untuk memenuhi ambisi pribadinya.

Dari Daftar Calon Tetap (DCT), ada 1 orang mantan Bupati, 8 orang anggota DPRD Simalungun/Pematangsiantar, ada 5 orang masih sebagai anggota DPRD Sumatera Utara, dan selebihnya merupakan muka-muka baru. Hanya sedikit Pengurus Parpol yang merekrut para caleg sesuai dengan kriteria kaderisasi, selebihnya pengurus parpol propinsi diduga menentukan jumlah dan nomor urut rendah caleg berdasarkan ketersediaan sumber dana pembiayaan sosialisasi dari caleg tersebut, berdasarkan ikatan kekeluargaan serta keterikatan yang “tersembunyi” antara pengurus parpol propinsi dengan caleg bernomor urut rendah tersebut. Pencantumkan caleg bukan berdasarkan kriteria diterima atau tidak caleg tersebut di masyarakat daerah pemilihan melalui polling atau jajak pendapat, bukan pula berdasarkan kualitas dan integritas caleg.
Bagaimana masyarakat pemilih menyikapi caleg-caleg yang sekarang duduk sebagai anggota DPRD Sumut dan anggota DPRD Simalungun/ Pematangsiantar, serta mantan KDH? Masyarakat dihimbau secara aktif mencari informasi ”track record” mereka selama menjabat dan pahami soal kinerja mereka terhadap pembangunan daerah Simalungun-Pematangsiantar selama ini. Masyarakat dapat menghubungi para kawan wartawan atau LSM yang masih mempunyai idealisme tinggi dan kepada narasumber yang tidak mempunyai ”interest” apapun dengan para caleg. Pencarian informasi ini penting sebagai dasar masyarakat pemilih melakukan seleksi terhadap para caleg.
Hanya sedikit anggota DPRD yang mampu dan sering bersuara di lembaga DPRD selama ini, hanya sedikit yang sering dengan gigih menyuarakan aspirasi masyarakat dan hanya sedikit anggota DPRD yang mampu berdialog dan mampu menganalisa permasalahan dengan aparat Pemerintah Daerah. Sebagian besar anggota DPRD hanya melakoni D5 : datang, duduk, diam, dengar, duit. Cermati juga sepak-terjang para caleg yang selama menjabat atau selama orangtuanya menjabat, apakah mereka terindikasi dengan tindakan KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) atau terindikasi hanya sekedar memperkaya diri dengan mengumpulkan ”kewajiban-kewajiban” dari pelaksana pekerjaan di pemerintah daerah? Percayalah, jika anda memilih mereka kembali, tindakan serupa akan dilakukan oleh para caleg tersebut pada masa periode 2009-2014.
Masyarakat pemilih harus cermati juga para komentar atau pernyataan para caleg yang sering muncul di media cetak. Cermati apa esensi atau maksud yang termuat dalam berita mereka, apa yang mereka kemukakan, apakah bermanfaat tidak bagi kepentingan masyarakat. Ada fenomena yang menarik saat ini, banyak caleg yang muncul di koran hanya asbun (asal bunyi), hanya ”lips service” belaka, hanya untuk tingkatkan rating populernya, hanya untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah daerah atau ujung-ujungnya ”mengais” dana dari pejabat yang dibelanya atau ditakut-takutinya. Kata orang, tidak jelas ”juntrungan”-nya dalam membela dan menyuarakan aspirasi masyarakat; akan tapi jelas arahnya, ”menderes” dana dari pejabat yang dibelanya atau ditakut-takutinya.
Cermati juga tingkah laku kemunafikan anggota DPRD yang sepertinya ”rajin” ke tempat-tempat maksiat di luar domisili wilayahnya seperti Jakarta, tetapi tanpa ragu-ragu dan tanpa malu-malu kepada masyarakat dan tanpa merasa berdosa terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan berani menyatakan dan berunjukdiri kepada masyarakat bahwa dia pengurus inti suatu lembaga keagamaan. Masyarakat pemilih harus tegas dan tidak kenal kompromi kepada caleg-caleg yang demikian karena jika nanti dipilih kembali, mereka akan melakukan hal yang sama yaitu hidup berkemunafikan. Masyarakat harus pintar dan selektif serta tidak terbuai dengan janji-janji caleg tersebut dalam periode kampanye ini.

Cermati juga terhadap para caleg yang melakukan tindakan apapun di luar etika politik dan pergaulan serta menghalalkan berbagai cara untuk memenuhi ambisi pribadinya. Misalnya terhadap caleg yang terindikasi menggunakan pikiran yang tidak sehat untuk memojokkan kawan seperjuangan yang sedang dalam masalah, untuk menggapai impiannya menduduki jabatan tertentu di partai. Caleg yang terindikasi memanfaatkan fasilitas jabatannya untuk ”memeras” kepala dinas tertentu di komisi yang menjadi perhatiannya dan juga diduga memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan keluarganya di luar cara yang tidak wajar atau di luar prosedur yang sudah ditetapkan. Cermati caleg yang hanya membuat janji dan selalu ingkar jani, tidak hanya kepada masyarakat luas, tetapi juga kepada kawan-kawan seperjuangan partai. Cermati juga caleg yang seringkali memanfaatkan keberadaan dan kedudukannya di pengurus parpol atau sebagai anggota DPRD, mengambil dan mengelola dana bantuan untuk parpol dari APBD dengan tidak bertanggungjawab atau tanpa laporan yang jelas terhadap pengurus dan anggota parpol.
Yang tidak kalah pentingnya adalah soal dinasti keluarga dalam politik. Hal ini tidak dilarang dalam kegiatan politik dan tidak merupakan barang haram dalam politik. Akan tetapi jika semuanya dilakukan dalam proses yang tidak wajar, serba dipaksakan, tidak sesuai kapasitas dan hanya memanfaatkan jabatan yang diemban, akan merupakan proses yang tidak wajar dalam politik. Inilah praktik KKN yang nyata, praktik dimana dalam menempatkan caleg tersebut tidak dilihat kapasitas calegnya, praktik penempatan caleg yang serba di”karbit”, lalu dipaksakan dan tanpa melalui proses demokrasi yang terbuka sebagai caleg nomor urut rendah.
Masyarakat tidak akan menolak dan tidak akan tabu soal dinasti politik, akan tetapi dengan catatan bahwa caleg tersebut memang benar-benar berkapasitas, layak dan sudah siap untuk dimajukan. Jangan sempat terjadi, jika caleg tersebut tidak mampu untuk berpidato atau tidak mampu untuk menulis makalah tentang politik atau tidak mampu untuk membahas dan mendiskusikan soal permasalahan yang urgen di daerah. Mau dikemanakan nanti lembaga legislatif kita diarahkan jika diisi oleh caleg-caleg yang tidak berkualitas dan tidak berintegritas? Janganlah lembaga legislatif hanya dijadikan tempat bagi orang-orang yang duduk sebagai anggota legislatif hanya untuk membagi-bagi proyek atau dijadikan tempat ”menekan” para kepala dinas sebagai ATM berjalan atau dijadikan tempat untuk melakukan tindakan balas dendam terhadap lawan politiknya terdahulu?
No way !!

Masyarakat pemilih harus tegas dan tidak kompromi terhadap caleg-caleg yang tidak berkualitas, selektif terhadap caleg yang tidak berintegritas, selektif terhadap para caleg yang nanti akan memanfaatkan lembaga legislatif sebagai sumber dana untuk menumpuk kekayaan pribadi dan menggunakan lembaga legislatif hanya untuk kepentingan pribadi, selektif terhadap para caleg yang nanti menempatkan posisinya sebagai anggota DPRD yang juga sebagai pialang proyek pemda. Jadikanlah Pemilu 2009 sebagai wacana dan moment yang paling tepat untuk menjadikan lembaga legislatif sebagai tempat untuk meningkatkan kualitas pembangunan daerah, sebagai tempat memanfaatkan seluruh kekayaan alam daerah untuk kesejahteraan masyarakat daerah dan menjadikan lembaga legislatif sebagai alat pengawas yang tangguh terhadap roda pemerintahan daerah.
Rakyat jangan salah kaprah dalam memahami dan menindaklanjuti Pemilu 2009. Seperti yang diungkapkan oleh Pdt. Nathan Setiabudi (Ketua Persekutuan Gereja2 di Indonesia), anggota Tim 45 Dewan Integritas Bangsa baru-baru ini, selama ini Pemilu yang sudah berjalan di Indonesia lebih menekankan kepada ”election” (pemilihan), bukan kepada ”selection” (seleksi) atau berdasarkan kualitas. Masyarakat pemilih dihimbau pada Pemilu 2009 ini juga, bukan pada Pemilu 2014, untuk melakukan seleksi terhadap caleg-caleg Pemilu 2009, yang selama menjadi anggota DPRD atau selama menjadi pejabat, menyia-nyiakan suara rakyat yang sudah diembannya pada Pemilu 2004. Atau melakukan seleksi terhadap para caleg pendatang baru yang tidak berkualitas dan tidak berintegritas yang akan bertarung pada Pemilu 2009.

Masyarakat pemilih juga melakukan seleksi terhadap caleg-caleg yang selama ini menggunakan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)-nya sebagai wadah pemerasan terhadap pejabat-pejabat pemerintah di daerah, bukannya membela dan menyuarakan aspirasi masyarakat. Para aktifis LSM yang akan bersuara lantang jika tidak diberi dana oleh pejabat, tapi akan diam seribu bahasa dan berprilaku seperti ”kerbau dicucuk hidungnya” jika sudah disantuni oleh pejabat-pejabat tertentu. Itu namanya aktifis LSM ”Penderes” atau LSM ”Tukang Ngogapi”.
Masyarakat pemilih harus melakukan seleksi terhadap para caleg-caleg Jawara yang selalu membela pejabat yang terindikasi terlibat KKN, dengan prinsip ”maju terus membela yang bayar”. Para aktifis Jawara yang tidak perduli apakah tindakannya merugikan atau menyinggung perasaan masyarakat luas.
Masyarakat pemilih melakukan seleksi juga terhadap caleg-caleg yang selama ini menjadi Saudagar atau Pemborong, tapi berprilaku selalu menyuap pejabat untuk mendapatkan pekerjaan dan mengurangi kualitas pekerjaan untuk mendapatkan keuntungan berlipat ganda, tidak perduli apakah pekerjaan tersebut sebenarnya diperuntukan dan dipergunakan bagi kepentingan masyarakat luas.
Masyarakat pemilih juga harus menyeleksi para caleg yang egois, yang selalu memakai topeng keagamaan untuk membenarkan tindakan egoisnya. Masyarakat pemilih juga harus menyeleksi caleg yang tidak solider kepada kawan-kawan seperjuangan partai, yang melakukan tindakan tidak terpuji terhadap kawan seperjuangan, di parpol manapun caleg tersebut berada.

Merasa ada kesempatan untuk mencaleg dan merasa direstui oleh pengurus parpol setelah ”menjilat” sana sini, maka tanpa malu-malu mereka mencaleg. Ingat, masyarakat pemilih sudah pintar dan akan dicerahkan oleh tulisan ini bahwa mereka akan selektif terhadap para caleg demikian, tidak perduli apakah para caleg tersebut bernaung di parpol besar atau parpol populer. Masyarakat sudah paham bahwa mereka bukan memilih parpol, akan tetapi calegnya, dan masyarakat pemilih sudah mempunyai informasi yang akurat tentang kelakuan para caleg yang berlindung di bawah ketiak parpol besar atau parpol populer.
Memang agak sibuk dan membuat pusing kepala untuk menyeleksi para caleg yang berprilaku negatif seperti diuraikan di atas. Akan tetapi kenapa masyarakat ”takut” dan enggan menggunakan pikiran dan waktu sebentar untuk menyeleksi para caleg, toh semuanya untuk kepentingan kita bersama. Untuk kepentingan yang lebih besar yaitu agar masyarakat kita secara langsung melalui pilihannya di TPS dapat menentukan dan menciptakan lembaga legislatif kita yang berkualitas. Pilih caleg yang berkualitas dan berintegritas, tidak perduli dari parpol manapun, tidak perduli berlatarbelakang apapun caleg tersebut.

Masyarakat harus melakukan tindakan tidak kompromi terhadap caleg-caleg yang tidak berkualitas dan tidak berintegritas, terhadap caleg-caleg yang tidak bermoral. Seperti ucapan Ahmad Syafii Maarif, Guru Besar Sejarah Universitas Yogyakarta dan mantan Ketua Umum Muhammadiyah, ”Politik harus dijalankan di atas landasan moral”. Politik yang dijalankan oleh caleg-caleg yang tidak bermoral dan tidak berintegritas akan melahirkan ”politikus serigala”, yang akan saling memakan dan melakukan hal-hal kegiatan politik di luar akal sehat serta melakukan segala cara/menghalalkan segala cara dengan tidak etis, untuk mewujudkan ambisi pribadinya. Pada akhirnya politik tidak akan pernah menjadi sarana mewujudkan cita-cita kesejahteraan umum.
Saat ini fokus perhatian masyarakat pemilih diarahkan kepada calegnya bukan kepada parpolnya, kepada kualitas dan integritas calegnya. Masyarakat pemilih jangan terlalu dininabobokan dengan iklan-iklan media tentang keberadaan partai, jangan terlalu dihipnotis dengan banyaknya jumlah caleg suatu parpol dalam DCT atau dalam kertas suara nantinya ataupun terhipnotis dengan kekayaan sebuah parpol apalagi terhipnotis dan silau dengan parpol yang menggunakan nama besar pendiri parpolnya dalam iklan-iklan media elektronik, termasuk itu masyarakat jangan terhipnotis dengan sembako yang dibagikan parpol . Jadilah pemilih yang cerdas dan independen, dengan tetap fokus kepada calegnya, di parpol manapun caleg tersebut berada, karena caleg tersebut yang akan berjuang sepenuh hati dan sepenuh waktunya untuk memajukan pembangunan di daerah. Seperti yang selalu dihimbau oleh KPU, pilih dan tandailah calegnya, bukan tandai parpolnya. Parpol hanya kendaraan politik bagi caleg.

Sudah saat masyarakat pemilih melakukan seleksi terhadap caleg-calegnya, sudah saatnya masyarakat pemilih melakukan pilihan terhadap caleg-caleg yang berkualitas dan yang berintegritas. Sudah saatnya, rakyat yang menentukan dengan serius dan rakyat yang menentukan dengan seksama (bukan asal-asalan) terhadap siapa saja yang pantas dan patut duduk di lembaga legislatif. Sekali anda ceroboh melakukan pilihan terhadap caleg-caleg yang tidak berkualitas dan tidak berintegritas, maka resikonya adalah anda akan mengalami kemiskinan berkepanjangan dalam 5 tahun mendatang akibat tindakan korupsi para caleg. Jangan biarkan negara diurus dan diatur oleh caleg-caleg yang tidak berkualitas dan melalukannya dalam pengaturan dengan sistim korupsi yang akut. Jangan biarkan para oknum eksekutif dan legislatif dalam melaksanakan tugasnya tidak didasarkan landasan moral, karena mereka akan makan anggaran negara dalam mengatur negara ini.
Sekali lagi, lakukan pilihan yang tepat kepada : siapa calegnya, apa program calegnya dan apa visi-misi calegnya. Jika calegnya berkualitas dan berintegritas serta kinerjanya sangat positif selama ini, maka masyarakat pemilih dihimbau untuk tidak ragu-ragu dalam menentukan pilihan dan menandai caleg tersebut. Apapun parpol yang diusung oleh caleg berkualitas dan berintegritas tersebut, baik itu parpol baru ataupun parpol yang sudah lama. Jika diperlukan dukung dan loloskan caleg yang berkualitas dan berintegritas tersebut dengan suara sekurang-kurangnya 30% dari BPP. Kualitas lembaga legislatif seperti DPRD Propinsi Sumatera Utara akan lebih maju, tentu lebih ditentukan oleh anggota-anggotanya, bukan oleh partainya. Oleh karena itu cermati calegnya dan pilihlah calegnya, di parpol manapun caleg tersebut berada. Tandailah Calegnya, bukan Parpolnya..

1 komentar:

Eben Ezer Siadari mengatakan...

Halo bang. Mantap, kritis dan informatif. Mudah-mudahan tetap konsisten memberikan info semacam ini kepada kita-kita komunitas simalungun!